BJ. Habibie
"Sosok Manusia Multidimensional"
Calenger Muda Fernando L
17109054 / 4 KA 15
Nando.steve@yahoo.co.id
Sumber : http://ziez0728.blogspot.com/2009/04/bj-habibie.html
:
Mantan Presiden RI Ketiga, Si Jenius ilmuwan konstruksi pesawat terbang, ini selalu menjadi berita hangat . Pada masa emas kejayaan dengan segudang jabatan diemban, dialah manusia paling multidimensional di Indonesia. Ia manusia cerdas ajaib yang sempat menghadirkan selaksa harapan kemajuan teknologi demi kejayaan negeri ini.
Agak aneh, memang, anak bangsa yang satu ini. Dia hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah hingga meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat Summa Cum laude. Lalu bekerja di industri pesawat terbang terkemuka MBB Gmbh Jerman, sebelum memenuhi panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.
Di Indonesia dia 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT, memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil Presiden RI, dan disumpah oleh Ketua Mahkamah Agung menjadi Presiden RI menggantikan Presiden RI ke-2 Soeharto
Itulah sosok dan kilas balik singkat perjalanan hidup B.J. Habibie, lelaki kelahiran Pare-Pare, 25 Juni 1936 ini. Dia penuh kontroversi dan merupakan sosok manusia paling multidimensional di Indonesia. Begitu banyak kawan-kawannya dan nyaris segitu banyak pula orang yang tak setuju dengan sepakterjang tokoh industri pesawat terbang kelas dunia yang memperoleh berbagai penghargaan, salah satunya paling berkelas adalah Theodhore van Karman Award, yang dianugerahkan oleh International Council for Aeronautical Sciences) pada pertemuan tahunan dan konggres ke-18 ICAs yang diselenggarakan di Beijing, China tahun 1992 dari Pemerintah China.
Ketika dia mendirikan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) dan didaulat menjadi Ketua Umum, misalnya, sebagai antitesa berdiri pula Forum Demokrasi (Fordem) pimpinan Abdurrahman Wahid alias Gus Dur yang populis dan egaliter serta inklusif. ICMI, yang dalam perjalanan selanjutnya praktis menjadi kekuatan politik Habibie, oleh Gus Dur dituding sebagai sektarian karena itu kurang bagus untuk masa depan sebuah bangsa yang majemuk seperti Indonesia.
Ketika pada 10 Agustus 1995 dia berhasil menerbangkan pesawat terbang N-250 “Gatotkoco” kelas commuter asli buatan dan desain putra-putra terbaik bangsa yang bergabung dalam PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN, kini menjadi PT Dirgantara Indonesia), dia diserang pelaku ekonomi lain bahwa yang dibutuhkan rakyat Indonesia adalah beras bukan “mainan” pesawat terbang.
Pemikiran ekonomi makro Habibie yang terkenal dengan Habibienomics, dihadirkan oleh lingkarannya sebagai counter pemikiran lain seperti Widjojonomics (yang sesungguhnya merupakan Soehartonomic). Ketika Habibie berhasil melakukan imbal-beli pesawat terbang “Tetuko” CN-235 dengan beras ketan itam Thailand, dia diledekin, pesawat terbangnya hanya sekelas ketan itam.
Dan kontroversi paling hangat adalah ketika dia menawarkan opsi otonomi luas atau bebas menentukan nasib sendiri kepada rakyat Timor Timur, satu propinsi termuda Indonesia yang direbut dan dipertahankan dengan susah payah oleh rezim Soeharto. Siapapun dia orangnya tentu ingin bebas merdeka termasuk rakyat Timor Timur, sehingga ketika jajak pendapat dilakukan pilihan terhadap bebas menentukan nasib sendiri (merdeka) unggul mutlak.
Dan kontroversi paling hangat adalah ketika dia menawarkan opsi otonomi luas atau bebas menentukan nasib sendiri kepada rakyat Timor-Timur (Tim-Tim), asatu propinsi termuda Indonesia yang direbut dan dipertahankan dengan susah-payah oleh Rezim Soeharto. Siapaun dia orangnya tentu ingin bebas merdeka termasuk rakyat Tim-Tim. Sehingga ketika jajak pendapat dilakukan pilihan terhadap bebas menentukan nasib sendiri (merdeka) unggulk merdeka.
Masalah Tim-Tim, salah-satu yang dianggap menjadi penyebab penolakan pidato pertanggungjawaban Habibie dalam Sidang Umum MPR RI hasil Pemilu 1999. Pemilu terbaik paling demokratis setelah Pemilu tahun 1955. penolakan ini membuat BJ, Habibie tidak bersedia maju sebagai kandidat calon presiden (Capres).
Kjetika Habibie menjabat presiden hampir tidak ada hari tanpa demontrasi. Demontrasi itu mendesak Habibie merepon tuntutan reformasi dalam berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti kebebasan pers, kebebasan berpolitik, kebebasan rekrutmen politik, kebebasan berserikat dan mendirikan partai politik, mebebasan berusaha, dan berbagai kebebasan lainnya. Namun kendati Habibie merespon tuntutan reformasi itu, tetap saja pemerintahannya dianggap merupakan kelanjutan Orde Baru . Pemerintahannya yang berusia 518 hari hanya dianggap sebagai pemerintahan transisi.
Keinginan Habibi mengakselerasi pembangunan sesungguhnya sudah dimulainya di Industri pesawat Terbang Nusantara (IPTN) dengan menjalankan program evolusi empat tahapan alih tehnologi yang dipercepat “berawal dari akhir dan berakhir diawal.”
Empat tahapan alih tehnologi itu, pertama, memproduksi pesawat terbang berdasarkan lisensi ituh dari industri pesawat terbang lain, hasilnya adalah NC 212 lisensi dari CASA Spanyol. Kedua, memproduksi pesawat terbang secara bersama- sama, hasilnya adalah “Tetuko” CN-235 berkapasitas 30-35 penumpang yang merupakan produksi kerjasama antara aqual antara IPTN dengan Casa Spanyol.
Ketiga, mengintegrasikan seluruh tehnologi dan sistem konstruksi pesawat terbang yang paling mutakhir yang ada di dunia menjadi sesuatu yang sama sekali didesain baru, hasilnya adalah “Gatotkoco” N-250 berkapasitas 50-60 pemumpang yang dikembangkan dengan teknologi fly-by-wire.
Keempat, memproduksi pesawat terbang berdasarkan hasil riset kembali dari awal, yang diproyeksikan bernama N 2130 berkapasitas 130 penumpang dengan biaya pengembangan diperkirakan sekitar 2 milyar dolar AS.
Empat tahapan alih tehnologi yang dipercepat didefinisikan “bermula dari akhir dan berakhir di awal,” memang sukar dipahami pikiran awam. Habibie dianggap hanyut dengan angan-angan teknologinya yang tidak memenuhi kebutuhan dasar tehnologi Indonesia, yang ternyata nenbuat sepeda saja secara utuh belum sampai.
Pemerintah orde baru sangat memanjakan program empat tahapan alih tehnologi Habibie dengan menempatkan berbagai proyeknya sebagai industri strategis yang menyedot banyak dana. Satu diantaranya, yang paling spetakuler, adalah IPTN, yang memerlukan subsidi.
Ketika masa reformasi, IMF mencantumkan dalam LOI (Letter Of Intent), bahwa pemerintah Indonesia tidak boleh lagi memberikan subsidi kepada IPTN, (Perusahaan ini kemudian menjadi IPTD). Otomatis perusahaan yang sudah menyusun program produksi baru, terpaksa merumahkan dan mem-PHK- 6000 karyawannya.
Lalu, dalam kesempatan deklarasi pendirian Masyarakat Ilmuwan dan Tehnologi Indonesia (MITI), Habibie menyebut hancurnya IPTN adalah ulah IMF yang menghambat Pemerintah RI membantu pengembangan pesawat terbang dengan mencantumkan klausal pencabutan subsidi dalam Letter Of Intent (LOI).
Nasionalisme
Istri adalah alasan utama Habibie untuk bolak-balik tinggal di Jerman. Pendamping hidup sekaligus teman suka dan duka yang sudah dikenal anak-anak umur 14 tahun, dr Hasri Ainun Habibie. Putri keempat H. Mohammad Besari itu disebut terbaring menjalani perawatan di sebuah rumahsakit di Jerman. Habibie ingin untuk selalu harus bisa mendampingi istri, dan harapnya istri juga akan sealu bisa mendampinginya. Menurut tim dokter yang menanganinya, Hasri Ainun belum dibenarkan tinggal atau berkunjung kedaerah tropis karena kelembabannya tinggi. Karena itu, tim dokter merekomendasikan untuk tinggal di Jerman sampai sehat secara tuntas.
Kendati demikian, kepulangan ke tanah air Habibie agaknya hanya karena dia ingin dikenang sebagai manusia yang baik. “Mungkin saat ini tak disadari. Tapi bisa jadi, berguna satu saat kelak, bila saya sudah tiada nanti," tutur lelaki itu, lirih,’ demikian tulis Liputan6.com. Adalah stasiun TV SCTV ini, dikenal sangat dekat dengan Habibie, yang pada 2 Juli 2002 menyiarkan langsung dari Jerman kesaksian Habibie dalam kasus pelanggaran HAM berat Timtim untuk kebutuhan persidangan di Pengadilan Ad Hoc HAM Jakarta Pusat.
Habibie menyebutkan presiden itu bukan segala-galanya. Walau jenius dengan memperoleh royalti atas delapan hak paten hasil temuannya sebagai ilmuwan konstruksi pesawat terbang seperti dari Airbus dan F-16, dia mengaku masih banyak yang jauh lebih baik dari dirinya. Lama bermukim di lingkungan yang sangat menghargai ketokohan dan personality setiap orang, Habibie mendefinisikan jika ingin dihargai maka yang diperhatikan orang lain adalah sikap yang tak berubah terhadap lingkungan.
Menurutnya status, jabatan, dan prestasi bukan alasan untuk berubah terhadap lingkungan. Itulah sebabnya, ketika sudah menjadi RI-1 sikap Habibie terhadap lingkungan tetap tidak berubah. Malah semakin menampakkan watak aslinya, misalnya tidak mau diam dan bergerak sesuka hati padahal sudah ada aturan protokoler yang harus dipatuhi.
Mr B.J Habibie
Posted on October 8, 2006 by danihidayat
http://danihidayat.wordpress.com/2006/10/08/mr-bj-habibie/
Pada awal 1950-an seorang guru Belanda di SMAK Dago, Bandung, mengisahkan ini: ada seorang murid cerdas yang mampu mengerjakan soal Fisika hanya dalam 20 menit ketika teman-teman lainnya menyelesaikan dalam 1 jam. Sungguh mengagumkan. Pelajar ini lahir di Pare-Pare, Sulawesi Selatan, dan dikirim ke Bandung untuk menempuh pendidikan lanjutan. Ketika masuk SMA Kristen Dago umurnya 15 tahun.
Setelah lulus ia melanjutkan ke Institut Teknologi Bandung jurusan Teknik Mesin.
Hanya beberapa bulan menempuh Tahap Persiapan Bersama (tingkat satu bersama – belum penjurusan) ibunya segera membeli devisa pemerintah dan mengirimkannya untuk melanjutkan ke RWTH Aachen, Jerman Barat, tahun 1955. Ayahnya meninggal ketika ia masih berumur 13 tahun, dan kehilangan figur ayah sejak di usia pencarian identitas adalah masa-masa tak stabil. Tapi sebagai anak yang ceria dan antusias, berduka adalah sebuah sikap hormat; namun yang lebih penting adalah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan memenuhi harapan ibunda.
Sesampainya di Jerman Barat, petugas imigrasi bertanya bidang apa yang akan ditempuhnya selama sekolah di Jerman. Dia mengatakan akan mengambil Fisika. Dengan ramah petugas itu menceritakan bahwa teknologi Jerman tengah menuju ke tingkat lebih tinggi, yakni membangun pesawat terbang yang canggih. Pertugas imigrasi menyarankan memilih salah satu: studi Fisika atau konstruksi pesawat terbang. Keduanya memiliki masa depan bagus. Tak disadarinya, di pintu imigrasi Jerman itu, awal kehidupannya dimulai: dia memutuskan mengambil bidang konstruksi pesawat terbang.
Selama studinya, hidup tak pernah mudah: dia harus berkomunikasi dalam bahasa Jerman kemanapun ia pergi; seringkali ia kelaparan di musim dingin dan hanya makan sebuah apel di malam hari lantaran uang saku dari ibunya sungguh terbatas; ia juga terbebani untuk terus lulus setiap mata kuliah yang diambilnya; ia harus memotivasi dirinya sendiri di tengah kesepian dan berusaha tidak cemburu dengan teman sejawat dari Indonesia yang mendapat beasiswa. 1955 -1960 sungguh masa-masa yang sulit baginya. Tahun 1960, dia berhasil mendapatkan gelar Diplom Ingineur dengan nilai 9.5 skala 10. Tahun 1965, dia memperoleh gelar Doktor Ingineur dalam bidang konstruksi pesawat terbang dengan nilai 10 (summa cum laude). Awalnya, thesis doktornya berkenaan dengan pesawat hipersonik (Mach 4 ke atas; Mach 4 = empat kali kecepatan suara, hampir 5000 km/jam), namun karena topik tersebut diambil alih profesor pembimbingnya, ia akhirnya menyelesaikan studi konstruksi kapal selam, yang secara struktural mirip dengan pesawat.
Setelah lulus doktor ternyata sulit baginya untuk mendapatkan pekerjaan karena Jerman Barat sangat ketat dalam memberikan surat ijin kerja (work permit) bagi orang asing. Hingga suatu hari ada sebuah perusahaan bernama Talbot yang mengadakan semacam sayembara dalam rangka mencari insinyur yang mampu mendesain gerbong kereta yang punya ruang lebih luas dan secara struktur sangat kuat. Dengan prinsip mendesain sayap pesawat terbang dan menurunkan struktur underfloor, ia mengajukan desainnya ke Talbot, dan sungguh mengejutkan: desainnya diterima! Sesuai janji Talbot, ia mendapatkan cukup uang untuk tetap tinggal di Jerman dan desainnya diproduksi 1000 gerbong!
Sementara itu, bidang-bidang tingkat lanjut mekanika terapan, seperti mekanika retak dan kelelahan material, berada pada fase awal penerapan di pabrik pesawat terbang. Kebetulan itu bidang yang dikuasainya. Pada awal 1960an, peneliti-peneliti di bidang mekanika retak dan kelelahan memiliki jargon besar: RETAK. Dalam literatur, masalah-masalah retak biasanya diselesaikan dengan pendekatan empirik (menguji material dan lumayan mahal). Pendekatan teoretik, yang dianggap lebih “murah”, biasanya terlampau sederhana dan simplistik (terlalu banyak asumsi). Perambatan retak adalah masalah penting dan sangat sulit memprediksi dengan tepat penyebab-penyebabnya.
Peneliti di Industri Pesawat Fokker, Belanda, menghabiskan 3 tahun untuk mencari penyebab retak pada bagian ekor pesawat produksi mereka. Doktor muda kita ini lalu datang ke Fokker dan membantu memecahkan masalah retak itu dalam waktu 6 bulan. Ia mampu mencari penyebab retaknya dan mampu menghitung perambatan retak hingga ke atom-atomnya. Sungguh kontribusi yang besar bagi Fokker, hingga banyak peneliti yang dianjurkan untuk belajar darinya mengenai retak. Sejak saat itu, dia dijuluki “Mr. Crack”.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Orang Indonesi yang sesungguh nya....tapi sayang penerus nya gak ada...
BalasHapus